Titik paling ujung seringkali menggoda jiwa romantisme
pelancong. Berada di ujung negeri, ketika tidak semua orang dapat mencapai
tempat itu rasanya cukup membanggakan. Tidak berlebihan sih, hanya cukup saja
rasa bangganya. Entah bangga karena apa, saya sendiri juga bingung. Tapi
pokoknya, persinggahan di titik paling ujung bisa diceritakan dengan rasa
bangga yang cukup untuk mengesankan orang lain.
Nah atas dasar inilah, penetapan titik paling ujung juga
memiliki motif ekonomi. Apalagi kalo bukan
kunjungan turis yang ingin merasakan romantisme seperti yang saya ceritakan di
atas? Namun sejauh ini, baru Sabang lah yang serius menggarap potensi wisata
yang didasarkan oleh romantisme di ujung negeri. Meskipun begitu, kesadaran
warga akan potensi pariwisata titik terujung sudah ada. Paling tidak warga di
selatan Nusantara.
Di Rote, penetapan titik paling selatan ternyata menjadi
perebutan beberapa daerah. Tanjung Oebi’i, pulau Ndana dan pantai Nemberalla
pernah bersaing untuk ditentukan sebagai titik paling selatan Nusantara. Pantai
Nemberalla berada di ujung barat Rote. Termasuk ke dalam wilayah Rote Barat. Namun
karena letak Rote melintang dari timur laut ke barat daya, maka dapat dikatakan
Nemberalla juga berada di daerah selatan Rote.
Pulau Ndana lebih tepat dikatakan sebagai ujung selatan
Nusantara karena letaknya secara geografis memang berada paling selatan. Namun
pulau ini tidak memiliki penduduk asli dewasa ini. Pulau ini hanya dijaga oleh
TNI sehingga kurang tepat jika tugu selatan dibangun ditempat ini untuk alasan
pariwisata. Sebagaimana pulau Rondo yang terletak lebih barat daripada Sabang
dan tugu 0 km. Pulau Ndana pun lebih diposisikan sebagai pertahanan negeri
daripada pariwisata.
Sedangkan tanjung Oebi’i merupakan tempat paling selatan di Rote
Selatan. Nah atas dasar administrasi wilayah, maka tempat ini juga mengklaim
diri sebagai titik terselatan Nusantara. Tanjung ini berada di desa Dodaek.
Sebenarnya tidak benar-benar berada di desa sih,
karena letaknya masih lumayan jauh dari desa. Tapi karena desa Dodaek
merupakan desa terakhir dan boleh dibilang merupakan pintu masuk menuju Tanjung
Oebi’i, maka titik terselatan versi administrasi wilayah ini kerap disebut
berada di Dodaek.
Oebi’i sendiri berarti tempat kambing mencari air. Oe = air.
Bi’i = kambing. Topografinya memang berbukit-bukit terjal. Cocok untuk kambing
yang memang pemanjat jempolan (saya baru tau tentang hal ini disana). Dan
seperti tempat-tempat berstatus perawan, tempat ini cukup jauh dari kota.
Meskipun begitu, sudah ada jalan dari tanah dan batu dan dapat dicapai dengan
kendaraan bermotor.
Naik-turun.. jalan berbukit menuju Tanjung Oebi'i |
Ujung jalan mulai terlihat di kejauhan |
Jalan menuju Tanjung Oebi’i cukup indah. Tanjung ini
terletak di balik bukit jika kita berjalan dari desa Dodaek sehingga kami
berkesempatan untuk melihat garis pantai dari ketinggian. Dan pemandangan dari
tempat yang tinggi tidak pernah mengecewakan saya. Selalu ada “uuuuuhhh”,
“woooow”, “waaaahh”, “keerreeenn” yang disertai permintaan untuk berhenti
sebentar demi mengambil foto. Foto pemandangan dan foto narsis. Lalu kembali
melanjutkan perjalanan. Same old thing
yang membuat waktu tempuh kami molor dari jadwal.
Dari atas bukit menuju tanjung Oebi'i. Pandangan dari ketinggian tidak pernah mengecewakan. |
Tanjung Oebi’i sendiri merupakan ujung jalan (bukan ujung
aspal karena aspal sudah berakhir sejak tadi) yang berasal dari desa Dodaek.
Sesuai namanya, tanjung ini didominasi oleh tonjolan-tonjolan karang tajam dan
gerombolan kambing. Tempat ini merupakan habitat asli mereka. Kambing-kambing
ini berkeliaran bebas dan tidak tampak takut dengan manusia. Tapi sepertinya
hewan-hewan berkaki empat di Rote sudah terbiasa dengan kehadiran manusia,
tidak hanya kambing Oebi’i saja.
Habitat asli kambing, sang pemanjat ulung. |
Tempat kambing mencari air ini masih benar-benar alami.
Satu-satunya peninggalan manusia ditempat ini ialah dua penanda batas dari
semen. Belum tampak tugu seperti 0 km di Sabang ataupun patung-patung penjaga
perbatasan seperti di pulau Ndana, Miangas, Merauke, ataupun Sebatik. Kesan
alami dan perawan sangat terasa.
Titik selatan versi tanjung Oebi'i |
Penanda buatan. Sederhana. |
Menikmati keaslian alam seperti ini, ada rasa tidak rela
jika tempat ini berdiri bangunan atau tugu buatan manusia. Kadang saya merasa,
tempat ini lebih baik dibiarkan seperti ini saja. Keberadaan bangunan akan
mengurangi keindahan tempat ini. Biarlah, pulau Ndana saja yang ditetapkan
sebagai titik paling selatan Nusantara. Atau jika harus dibangun tugu selatan,
sebaiknya bangun saja di kawasan Nemberalla yang memang sudah terkondisikan
sebagai kawasan pariwisata.
Perawan dan permata di selatan Rote. |
Wefie terakhir |
Tanjung Oebi’i, teruslah menjadi perawan dan permata di
selatan Rote.