Senin, 03 Juli 2017

Solo Trip Swarnadwipa 20 - Bertemu bagian lain dari Sawah Lunto di Talawi

Dari Sawah Lunto yang dilematis, kami bergerak menuju Batu Sangkar. Berniat bermalam di rumah kakak perempuan Roni disana. Tempatnya hanya beberapa ratus meter dari Istana Pagaruyung, salah satu tujuanku pada perjalanan kali ini. Namun sebelum kesana, kami mampir dulu ke kampung Roni di Talawi, masih di kabupaten Sawah Lunto.

Talawi adalah kampung halaman Roni. Satu kampung dengan Muhammad Yamin, salah satu Pahlawan Pergerakan Nasional. Salah seorang penggagas Sumpah Pemuda. Beliau juga sempat menjadi menteri pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Salah seorang tokoh pahlawan nasional yang cukup sering disebut pada pelajaran sejarah dibangku sekolah dulu. Namun tidak terlalu sering disinggung dalam keseharian kini.

Makam yang amat terasa nuansa Minangnya. Megah tapi tidak berlebihan, layak sebagai makam pahlawan Nasional.

Pesan sang pahlawan.

Makam sang pahlawan berada di kampung halamannya. Beliau dikebumikan disamping makam ayahnya. Kompleks pemakamannya tidak terlalu megah tapi juga tidak sederhana. Cukup layak sebagai makam pahlawan nasional. Di area makam, terdapat pesan dari beliau. Pesan persatuan yang memegang peranan penting dalam pembentukan NKRI. Pesan yang tampaknya perlu digaungkan lagi saat ini, ditengah bisingnya media sosial yang teramat banyak ujaran kebencian.

Makamnya berdampingan dengan makam ayahnya

Berjarak 129 km dari Padang, 27 km dari Batu Sangkar

Dari makam sang pahlawan, kami mampir sebentar ke salah satu objek wisata “baru” disana: danau biru. Yang ternyata nggak biru-biru amat. Danau ini merupakan bekas galian tambang. DI waktu tertentu, jika kejernihan air dan sinar matahari-nya pas, air di danau akan terlihat biru seperti danau Kaolin di Belitung. Begitulah paling tidak imaji yang aku lihat dari ponsel Roni.

Tapi ketika kami datangi, warna danau ini sedang tidak biru. Aktivitas penambangan malah lebih menonjol. Lebih terasa. Bekas-bekas galian sebagian menumpuk di sisi danau. Sebuah perahu merapat dengan pelan ke pinggiran danau. Menurunkan muatannya yang tidak banyak. Memindahkannya ke dalam truk pengangkut material. Entah mau dibawa kemana hasil galian itu.

Danau biru yang (sedang) tidak biru

Aktivitas tambang di tepi danau

Tidak lama kami menghabiskan waktu disana. Hanya sekedar melihat-lihat dan sedikit memotret, lalu beranjak pergi. Menuju rumah saudara Roni untuk sekedar bersilaturahmi sekaligus melihat proses pengolahan gula kelapa dan Kare-Kare, salah satu kuliner khas Sawah Lunto. Kare-Kare ini beda jauh dengan nasi Kare. Kuliner ini lebih berupa makanan ringan, kudapan, alih-alih pengganti nasi. Bentuknya seperti mi kering dengan bahan dasar kelapa. Rasanya.. yah, seperti mi kelapa kering. Kriuk-kriuk rasa kelapa. Makanan yang cocok menemani saat santai seperti saat nonton bola atau teman minum kopi. Hebatnya, konon hasil produksi desa ini sudah menembus pasar Malaysia!

Menimang ponakan (in frame: Roni)
Melampiaskan rindu (in frame: Roni)

Harus terus diaduk agar rata

Menunggu dingin

Kumpul keluarga

Inilah Kare-Kare, camilan khas Sawah Lunto (Talawi)
Sudah terstandarisasi dan mendapatkan merk dagang

Ternyata Sawah Lunto tidak melulu tragedi. Ada sisi kemanusiaan yang lebih melegakan disini. Ada wisata lain selain tambang batu bara di masa lalu. Sawah Lunto punya wisata alam (meski berasal dari bekas galian tambang), punya pahlawan nasional, dan punya kuliner khas. Masih banyak hal yang dapat digali dan dijual sebagai objek wisata selain tambang batu bara. Seandainya aku punya lebih banyak waktu disini..

Sayangnya ketika itu matahari sudah cukup condong ke ufuk barat. Kami tidak ingin kemalaman sampai Batu Sangkar. Maka kami segera pamit, melanjutkan perjalanan menuju tempat kakak perempuan Roni. Melewati Istana Baso Pagaruyung. Istana sudah tutup. Sudah terlalu malam ketika kami tiba disana. Tidak apa, kami memang berencana mengunjunginya esok pagi, bukan malam ini. Tapi bolehlah mengabadikan Istana Minang ini di waktu malam. One more shot before sleep.

Istana Baso Pagaruyung di malam hari

Selamat malam, Pagaruyung. Sampai jumpa esok hari. Semoga kita bisa banyak berbincang tentang Minang!