Pernah dengar tentang laut mati di Timur tengah? Kumpulan
air di tengah benua tanpa akses ke laut lepas. Luasnya cukup untuk disebut
laut. Tingkat keasinannya luar biasa sehingga konon kita dapat mengambang
disana tanpa menggunakan pelampung. Katanya sih begitu. Beta belum pernah kesana, hanya mengetahui dari tulisan dan
lisan yang terdengar mengenai tempat ini. Masih katanya lagi, “danau” ini
disebut laut karena airnya asin dan mati karena tidak ada aliran ke laut lepas.
Terisolasi daratan. Jadi laut mati ialah perairan asin yang terisolasi daratan.
Setidaknya mungkin seperti itu pemikiran orang yang
menamakan danau di Landuleko sebagai laut mati. Airnya memang asin. Beta
pastikan sendiri dengan indra pengecap beta. Dan seperti laut mati di Timur
Tengah, di danau ini tidak ada sambungan langsung ke laut. Yah, setidaknya
tidak terhubung di atas tanah. Jika dibawah tanah terdapat gua yang terhubung
dengan laut, siapa yang tau? Tampaknya tempat ini belum banyak dieksplorasi para
ahli.
Ketika kami sampai disana, danau laut mati tampak sepi. Dua
onggok perahu kayu menyambut kami di depan danau. Menggoda untuk difoto sebagai
latar depan. Danau laut mati tampak seperti danau biasa. Atau laut biasa, jika
tidak mencicip airnnya. Dan itulah yang beta lakukan setelah beberapa kali
memotret danau ini.
Danau laut mati Landuleko |
Menurut cerita pak Sanu, keasinan air danau ini memiliki
perbedaan. Ada lokasi yang berair tawar, ada yang berair asin. Lokasi dekat
parkir mobil kami konon berair tawar. Masih ada beberapa ikan air tawar disana.
Ketika beta cicipi rasanya, ternyata tidak benar-benar tawar. Mungkin lebih
payau. Sedikit asin tapi tidak seasin air laut.
Lalu bagaimana dengan lokasi yang airnya (menurut pak Sanu)
asin? Apakah lebih asin daripada di tempat pertama beta menyicip air danau ini?
Mari kita rasakan sendiri. Dibimbing oleh Kevin, pemandu kami hari ini, kami
menelusuri pinggiran danau menuju tempat yang (katanya) airnya lebih asin.
Menelusuri pinggiran danau |
Menelusuri pinggiran danau, kami menemukan banyak cangkang
kerang. Terserak begitu saja dimana-mana. Sayangnya beta tidak menemukan
cangkang berpenghuni. Mungkin karena beta mencarinya hanya sambil lalu saja.
Jika dicari lebih teliti, beta yakin akan menemukan cangkang berserta isinya.
Cangkang seperti ini banyak tersebar di pinggir danau. |
Kontur pinggiran danau memang lebih banyak karang dan pasir kasar.
Cangkang-cangkang tadi bertebaran di bagian berpasir. Sekilas membuat pantai
tampak kotor. Tapi masih lebih baik daripada sampah plastik yang bertebaran,
hehehe..
Tempat kedua. Disini airnya lebih asin daripada lokasi pertama. |
Tidak lama kami menelusuri danau, tibalah kami di tempat
yang (katanya) air danaunya asin. Lagi, beta harus mencobanya dengan indra
pengecap beta sendiri. Dan memang rasanya lebih asin daripada air di lokasi
pertama dekat mobil kami parkir. Namun perbedaannya tidak terlalu jauh.
Satu hal yang menarik, air ditempat kedua ini lebih
bergelombang. Seakan mengalir atau menerima aliran dari tempat lain. Atau
mungkin sekedar gelombang dari angin di tengah danau? Entahlah. Yang pasti,
(lagi-lagi) kami tidak bisa berlama-lama disini. Dikejar oleh jadwal kunjungan
yang terasa padat.
Danau mati Landuleko. Beta meninggalkan dikau tanpa banyak
pertanyaan. Seperti baru menyapa kulitnya saja. Kadang terasa seperti kunjungan
anak alay. Datang, foto-foto, pergi. Mengejar tempat baru untuk berfoto lagi.
Tidak terhayati, hanya terkunjungi. Terlihat dan terpotret. Itu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar