Minggu, 03 Januari 2016

Catper Bali 1: Kuta, pada kesan pertama.

Pantai, dalam bayangan saya selalu terkait dengan berenang. Atau ketika menyebut pantai di Bali, maka bayangan saya bertambah dengan sunbathing dan surfing dan bule. Namun ternyata saya salah. Masing-masing pantai memiliki keunikannya sendiri-sendiri.

Antara berenang, berjemur, dan berselancar, saya merasakan suasana yang berbeda dari 3 pantai di Bali: pantai Kuta/Legian, pantai Nusa Dua, dan pantai Padang Padang. Untuk kali ini, saya ingin membagi pengalaman saya mengunjungi pantai Kuta/Legian.

Pantai Kuta bagi saya merupakan pantai paling populer di Bali. Terkenal karena banyaknya wisatawan asing, khususnya ras Kaukasoid (baca: bule) yang suka berjemur, bayangan saya sedikit meleset pada kunjungan pertama. Jumlah wisatawan lokal dengan bule hampir sama. Bahkan cenderung lebih banyak wisatawan lokal.

Saya baru banyak menjumpai bule di pantai Legian setelah saya menyusuri pantai ke arah utara. Menjelang sore, pantai makin ramai khususnya oleh wisatawan lokal. Belakangan, saya baru sadar bahwa wisatawan lokal baru banyak turun ke pantai setelah matahari tidak terlalu menyengat lagi. Kira-kira mulai setengah 5 WITA. Sebelumnya, bule lebih banyak mendominasi pantai untuk berjemur ataupun berselancar.

Berjemur, meskipun dengan payung
Berjemur, meskipun dengan payung

Suatu kali saya berkunjung ke pantai Legian sekitar jam 13 waktu setempat. Panasnya bukan main! Namun pada jam-jam segini, banyak bule berjemur dengan santainya. Sesekali juga saya melihat beberapa bule belajar surfing dari anak-anak pantai.

Ombak pantai Kuta/Legian memang cocok untuk peselancar pemula. Ombaknya cenderung kecil namun sudah bisa dinaiki. Pantai ini juga memiliki kelandaian yang panjang sehingga area untuk berendam sepinggang atau sedada cukup luas. Meskipun cenderung aman untuk berendam di pantai, namun kita harus berhati-hati terhadap arus balik, apalagi jika kita tidak bisa berenang. Pada jam-jam tertentu, biasanya menjelang sunset, aruh baliknya sangat kuat sehingga agak sulit mencapai pantai meskipun kedalaman laut yang dimasuki hanya sedada/sepinggang.

Ombak Kuta cocok untuk belajar surfing
Ombak Kuta cocok untuk belajar surfing

Kelandaian pantai dan kedekatan lokasi dengan bandara mungkin yang menjadikan pantai ini menjadi sangat populer di kalangan wisatawan, terutama wisatawan mancanegara. Tidak heran jika pantai ini merupakan tempat pertama yang dikunjungi wisatawan, terutama yang baru pertama kali berkunjung ke Bali.

Landai dan luas, mungkin itu sebabnya pantai ini banyak disukai
Landai dan luas, mungkin itu sebabnya pantai ini banyak disukai

Meskipun demikian, saya merasa wisatawan asing lebih dimanja disini. Saya pernah mendapat pengalaman tidak menyenangkan ketika hendak menyewa sepeda motor. Ketika itu pengelola mengatakan tidak pernah menyewakan untuk orang lokal. Hanya kepada bule. Saya tanya, apa bedanya bule dengan lokal bu? Kan sama-sama bayar? Dia bilang suka ada aja, kalo lokal, yang ngejual, yang ngegadaikan, dan lain-lain. Dalam hati saya membatin, tidak pernah menyewakan kepada orang lokal tapi bisa berkata demikian. 

Sebuah prasangka. Datang dari anak bangsa terhadap anak bangsa. Prasangka yang menyiaratkan perasaan inferior, bahwa bule itu lebih baik daripada bangsa sendiri membuat saya geram dan sedih. Dan perasaan ini membuat saya bertanya kepada diri sendiri: apa yang dapat saya lakukan agar bangsa ini bangga terhadap dirinya sendiri dan membuang perasaan inferior terhadap bangsa asing, khususnya bule?

Tulisan ini dimuat di media online detik Travel dengan judul "Di Kuta, bule adalah Raja"
link : http://travel.detik.com/read/2014/01/04/113500/2414422/1025/di-kuta-bule-adalah-raja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar