Rabu, 30 November 2016

Solo Trip Swarnadwipa 06: Sepotong pagi dari sebuah benteng

Akhirnya tiba juga saatnya meninggalkan Palembang. Tujuanku selanjutnya ialah Bengkulu. Kota Bengkulu maksudnya. Kota yang terletak di propinsi bernama sama. Propinsi yang hampir terlupakan keberadaannya. Jarang disebut media. Jauh dari promosi pariwisata. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di daerah ini juga jarang mendapat perhatian media. Semakin jauhlah Bengkulu dari perhatian nasional.

Akses menuju Bengkulu dari Palembang juga agak rumit. Tadinya aku ingin naik bus karena biasanya moda transportasi ini lebih murah daripada travel. Aku pikir, Palembang dan Bengkulu kan sama-sama ibukota provinsi. Masak sih nggak ada bis dengan rute Palembang-Bengkulu?

Pertanyaan itu terjawab setelah aku menghabiskan waktu setengah hari berkeliling terminal Alang-Alang Lebar. Terminal bis antar propinsi di tepi kota. Pada loket-loket bis, tujuan ditulis besar-besar kebanyakan kota-kota di Jawa. Bandung, Surabaya, Tasikmalaya, dan tentu saja Jakarta. Setelah itu kota-kota besar di sisi timur Sumatra: Jambi, Pekanbaru. Bengkulu tidak disebut sama sekali.

Aku kemudian bertanya pada petugas berseragam dishub. Asumsinya, petugas tidak akan menyesatkan dan bertindak seperti calo. Sebab jika salah bertanya kepada calo, biasanya mereka akan merayu dengan berbagai jurus supaya kita ikut dengan armada mereka meskipun kadang tidak benar-benar sampai tujuan alias harus nyambung transportasi lain. Atau kita akan membayar dengan harga lebih tinggi dari harga resmi. Dengan kata lain: ditipu.

Tapi mungkin karena sudah saling kenal karena bekerja di lokasi yang sama, aku malah dialihkan ke orang yang perilakunya menyerupai calo. Orang ini kemudian membawaku ke temannya lagi. Nah temannya ini kemudian membawaku ke loket yang tidak mirip seperti loket. Hanya ruangan persegi seadanya saja. Lebih mirip kios jajanan yang belum terisi daripada loket bis. Di sini aku ditawarkan tiket ke Bengkulu dengan harga yang aduhai. Aku tanya, bis atau travel? Dia jawab travel. Aku minta bis saja karena ongkosku tidak banyak. Dia bilang tidak ada bis ke Bengkulu. Aku jawab terima kasih, lalu keluar "loket" tersebut dan hendak meninggalkan terminal. Namun kawan yang membawaku kemari menahanku, lantas mengantarkanku ke "loket" lain. Harganya hanya lebih murah sepuluh ribu daripada "loket" pertama. Kejadian ini berulang hingga dua kali, sehingga tiga "loket" yang aku kunjungi. Harganya memang turun terus meski tidak banyak. Tapi aku berharap bisa mendapatkan harga yang lebih bersahabat daripada yang ditawarkan disini.

Sebenarnya ada opsi lain, yaitu dengan kereta listrik. Namun jalur kereta dari stasiun Kertapati di Palembang tidak sampai Bengkulu. Hanya sampai Lubuk Linggau. Dari sana harus naik angkot lagi ke Bengkulu. Namun gosipnya tidak semua angkot sampai sana. Jika sedang sial, angkot hanya sampai Curup, salah satu kota di provinsi Bengkulu. Dari Curup, disambung lagi ke Bengkulu. Ribet! Dan hitung-hitungannya ternyata lebih mahal daripada ongkos travel!

Maka aku kembali mencari tiket bis atau travel. Pencarian berlanjut dengan mendatangi loket bis yang berada di dekat terminal. Tapi hasilnya kurang lebih sama, tidak ada bis menuju Bengkulu. Hanya ada travel. Baiklah, sepertinya aku terpaksa naik travel. Tinggal membandingkan harga terbaik saja selain reputasi perusahaan yang aku cari tau dari internet. Akhirnya setelah banyak bertanya, aku menemukan loket travel dekat pasar 26 ilir. Jauh sekali dari terminal Alang-Alang Lebar memang, tapi loketnya lebih meyakinkan. Jadwal keberangkatan pun tetap. Akhirnya aku membeli tiket dari tempat ini seharga Rp. 210,000,- Harganya lebih murah dari yang ditawarkan calo terminal. Disana aku ditawarkan 290, 280, dan 240 ribu rupiah. Untuk seorang backpacker dengan budget minimalis, perbedaan uang itu bisa berarti 2-5 kali makan.

Akhirnya jadi juga ke Bengkulu. Ada apa di sana? Awalnya aku juga blank. Dari hasil penelusuran di internet, aku mendapatkan tiga rekomendasi tempat yang akan aku kunjungi di kota tersebut: benteng Marlborough, pantai Pasir Panjang, dan Rumah Pengasingan Soekarno. Mana duluan yang aku kunjungi? Karena aku tidak niat bermalam di Bengkulu dan hendak langsung menuju Enggano pada sore hari, maka jadwal kunjungan aku susun dari tempat terjauh ke tempat terdekat pelabuhan. Urut-urutannya: Marlborough-Pasir Panjang-Rumah Soekarno.

Benteng itulah yang aku sebut sebagai tujuanku di Bengkulu ketika supir travel bertanya. Subuh belum lagi datang ketika aku tiba di Bengkulu. Agak gila sih kalau langsung minta di antar ke Benteng. Jadi aku memutuskan untuk mencari masjid disekitar benteng. Menunggu subuh sambil berbaring sebentar. Tidur dengan posisi duduk selama perjalanan Palembang-Bengkulu tidak menghilangkan semua lelah. Punggung butuh diluruskan. Badan perlu direbahkan. Istirahat di lantai masjid yang dingin pagi itu menjadi kenikmatan yang mewah bagiku. Tempat istirahat gratis, tempat mengisi ulang semangat dan melepas sisa lelah. Bagaikan oase di gurun pasir,

Aku tidak segera beranjak setelah subuh. Masih butuh istirahat. Karena seharian ini aku berniat keliling Bengkulu dengan tas segede kulkas, maka kesempatan istirahat ini harus dimanfaatkan dengan baik. Begitu pula kesempatan membersihkan diri karena aku tidak tahu lagi kapan bisa ketemu wc yang cukup bersih seperti di masjid ini.


Fort Malborough. Konon salah satu benteng terkuat Britania.


Menjelang matahari terbit, barulah aku beranjak menuju benteng. Letaknya sekitar 200 meter dari masjid. Cukup dengan berjalan kaki, terlihatlah sudah benteng itu. Fort Malborough, benteng Britania di Nusantara. Konon pernah ingin dibakar para pejuang pada masa agresi militer Belanda medio 1945-50. Waktu itu pejuang kemerdekaan menggunakan taktik bumi hangus untuk menghambat pergerakan tentara Belanda di Bengkulu. Tapi para pejuang enggak sanggup membakarnya, tidak seperti bangunan vital lain yang sukses dibumihanguskan. Hal ini menjadi indikasi kuatnya benteng ini. Konon lagi, salah satu benteng terkuat Britania di Nusantara.

Narsis sebelum masuk. Loket belum ada penjaganya. Masuk gratis, keluarnya bayar.
Benteng ini sendiri merupakan simbol penjajahan oleh koloni Britania. Di dalam benteng terdapat makam tiga pejabat Britania yang tewas diujung senjata rakyat Bengkulu. Charles Murray, Thomas Parr dan Rob Hamilton. Alkisah rakyat Bengkulu marah kepada Inggris karena telah membunuh Pangeran kerajaan Selebar, Nata Di Raja dalam benteng York. Pangeran menjalin hubungan dengan Belanda sehingga Inggris merasa terancam monopolinya terhadap peradagangan lada dan merasa tidak senang dengan kehadiran Belanda di Bengkulu. Thomas Parr dan teman-temannya sebenarnya terbunuh di luar benteng, tapi karena kemarahan rakyat Bengkulu belum padam pada waktu itu, akhirnya Inggris memutuskan untuk memakamkan ia di dalam benteng.

Makam ketiga pejabat EIC di dalam benteng.

Monumen Thomas Parr yang berjarak sekitar 100 meter dari benteng.
Benteng ini lebih merupakan simbol kejayaan Britania di Nusantara alih-alih simbol perjuangan rakyat. Tapi diluar itu daya tarik utama benteng ini ialah letaknya yang cantik. Mungkin di dukung waktu kunjunganku yang tepat. Pagi itu cuaca cerah dan matahari bersinar dari balik perbukitan utara. Ambience yang segar meskipun angin laut cukup kuat. Khawatir masuk angin, aku kemudian membuka sarapan dan menyantapnya di atas benteng. Salah satu sarapan terindahku selama perjalanan ini. Meskipun menunya hanya nasi & nugget, tapi pemandangan sekitar benteng menjadikan mood sarapan sangat enak.

Salah satu sudut benteng yang menghadap ke samudra Hindia. Segarnya udara di pagi itu masih lekat dalam ingatanku akan tempat ini.
Begitulah awal perjumpaanku dengan Bengkulu. Kalau boleh jujur, solo trip ini rasanya dimulai dari sini. Dari perjalanan Palembang ke Bengkulu. Menuju kota asing tanpa satu kenalan pun. Berbekal hasil browsing di internet plus peta dari Google Maps, aku merasa cukup berhasil mengunjungi kota ini meski hanya sekilas. Meskipun akhirnya tidak jadi ke pantai Pasir Panjang karena laut sedang ganas pagi itu, aku berhasil mengunjungi rumah pengasingan Soekarno di Bengkulu dan numpang mandi disana. Cerita mengenai ini aku simpan untuk tulisan selanjutnya yah :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar