Kamis, 31 Desember 2015

Catper Kep. Seribu 1 : Memahami pertahanan laut di masa lampau

Akhirnya kesampaian  juga mengunjungi kepulauan seribu. Meski lahir dan besar di Jakarta, saya tidak pernah menapakkan kaki ke pulau-pulau di kepulauan seribu selama 30 tahun lebih. Sebuah aib bagi manusia yang menuliskan "travelling" sebagai hobi di kolom lamaran kerja. Apalagi lahir, besar, dan tinggal di Jakarta. Ah, saya juga sedikit menyesal kenapa baru sekarang saya berani menjelajahinya.. kenapa nggak dari dulu ya? Apa mungkin karena saya nggak bisa berenang? Eh, pernah bisa sih sebenernya, tapi jarang dipakai aja, jadinya saya ragu masih bisa apa nggak kalo disuruh berenang sama alam.

Ah sudahlah, lupakan saja penyesalan itu. Mari kita nikmati apa yang ada di depan mata.
Kunjungan kali ini dimulai dari muara kamal, tempat yang ditentukan biro perjalanan sebagai tempat berkumpul peserta. Saya memutuskan untuk mengambil paket dari biro perjalanan saja karena malas mengumpulkan orang, mencari sewaan kapal, dan lain-lain. Bisa saja sih saya nyewa kapal sendiri, tapi biayanya jadi mahal banget. Mending cari orang yang satu tujuan aja atau ikut tur, dan saya memilih yang kedua karena lagi nggak pengen ribet.
Kamal
Sebuah pagi di Muara Kamal
Jam keberangkatan ditetapkan pukul 07.00, tapi kami baru berangkat sekitar pukul 07.30. Penyebrangan tujuan pertama kami, pulau Kelor memakan waktu sekitar setengah jam. Setengah jam yang singkat bagi saya karena saya sangat menikmati perjalanan laut kembali. Ah, bahkan perjalanannya saja sudah menjadi rekreasi tersendiri bagi saya yang tiap hari dipusingkan dengan kemacetan ibukota..

Oh iya, saya lupa cerita tadi. Jadi perjalanan kali ini rencananya ialah mengunjungi tiga pulau di kepulauan seribu, yaitu pulau Kelor, pulau Cipir, dan pulau Onrust. Tiga pulau ini pada dasarnya pulau bersejarah namun bukan sejarah bangsa ini yang menjadi pelakon utamanya, melainkan Belanda dan Inggris. Ya, sejarah ketiga pulau ini lebih banyak bercerita mengenai perseteruan VOC dan kerajaan Inggris dalam memperebutkan Batavia.

Pelaku utamanya ialah pulau Onrust sebagai pulau galangan kapal (pada masa lalu). Pulau Kelor lebih difungsikan sebagai benteng pertahanan laut. Sedangkan pulau Cipir juga sempat menjadi bagian dari pertahanan laut, namun pulau ini juga memiliki sejarah sebagai asrama haji dan pulau pengasingan bagi orang sakit. Oleh sebab itu pulau Cipir dulu sempat disebut sebagai pulau Sakit sebelum diganti menjadi Cipir untuk kepentingan pariwisata.

Pulau Kelor
Kembali ke cerita perjalanan.. setelah kira-kira setengah jam perjalanan dari muara Kamal, sampailah kami ke pulau Kelor. Dulu pulau ini dinamakan sebagai pulau Kerkhoff oleh Belanda. Namun karena lidah pribumi sulit melafalkan kata itu, ditambah luasnya pulau ini yang tidak seberapa, maka pulau ini kemudian disebut sebagai pulau Kelor. Penamaan yang juga mengambil dari istilah "hanya seluas daun kelor" karena pulau ini tergolong kecil. Hanya perlu waktu sekitar 15 menit saja untuk mengitari garis pantai pulau ini.
Sebesar daun Kelor. Pulau ini memang kecil..
Sebesar daun Kelor. Pulau ini memang kecil..
Daya tarik utama pulau Kelor adalah sisa benteng Martello masih bisa kita lihat (di pulau Cipir dan Onrust, yang tersisa dari benteng ini hanyalah sisa pondasinya saja). Benteng ini berbentuk bulat dan dilengkapi lubang-lubang yang ikut melingkar pula. Hal ini dimaksudkan agar meriam dapat menembak dengan sudut 360 derajat. Kini lubang-lubang tersebut menjadi salah satu titik terbaik untuk foto-foto narsis. Keberadaan benteng ini juga menjadi daya tarik untuk melangsungkan pemotretan pra-nikah disini.
Benteng Martello, spot populer untuk prewed
Benteng Martello, titik populer untuk prewedding
Pulau Cipir
Pulau Cipir atau pulau Khayangan atau pulau Sakit merupakan pulau tujuan kami selanjutnya. Dari jauh, pulau ini tidak semenarik pulau Kelor dengan benteng Martello-nya yang ikonik. Namun pulau ini juga memiliki peranan penting pada masa lalu. Pulau ini merupakan bekas asrama haji pada masa lampau. Reruntuhan rumah sakit masih banyak berdiri di pulau ini. Konon, pulau ini pernah dijadikan tempat syuting program acara misteri di salah satu tv swasta. Sebenarnya hal ini tidak mengherankan. Pulau bekas rumah sakit lengkap dengan kuburannya? Siip banget lah untuk acara-acara misteri/mistis >.<
Reruntuhan rumah sakit di pulau Cipir
Reruntuhan rumah sakit di pulau Cipir

Pulau Onrust
Pulau terakhir ini merupakan pulau yang sangat sibuk pada zamannya. Pada dasarnya, pulau ini merupakan tempat perbaikan kapal-kapal yang singgah di Batavia. Mengingat kapal merupakan transportasi utama pada zaman VOC, bisa dibayangkan seberapa sibuk pulau ini melayani perbaikan-perbaikan kapal tersebut. Konon, pulau ini aktif 24 jam dan tidak pernah istirahat. Onrust sendiri artinya "tidak pernah istirahat" (Unrest - Eng.).

Sekarang pulau ini merupakan museum terbuka, disebut juga sebagai taman Arkeologi. Masuk ke pulau ini, kami disambut pemandu yang sigap mengantarkan kami berkeliling lengkap dengan toa-nya. Jadilah kami berkeliling pulau dengan ditemani pemandu ini. Mulai dari museum pulau Onrust, bekas sumur yang dulunya menjadi satu-satunya sumber air tawar di pulau, makam Belanda, makam pribumi (konon, salah satunya makam Kartosuwiryo, pemberontak PKI yang sering disebut dalam buku pelajaran sejarah jaman saya smp).

Saya sempat tertegun melihat perbedaan antara makam Belanda dengan makam pribumi. Makam orang-orang Belanda dibuat dengan begitu mewah. Banyak patung yang indah, disertai dengan ukiran tulisan pada nisan untuk mengenang mendiang. Sedangkan makam pribumi terlihat sangat biasa. Kotak sederhana dengan nisan kayu. Siapa yang dimakamkan disitu juga tidak jelas namanya. Terasa sekali perbedaan sikap bangsa Indonesia dan Belanda dalam menyikapi kematian dan mengenang orang yang disayangi.
Makam Belanda
Makam Belanda dengan segala kemewahan duniawinya..
Makam pribumi dengan segala kesederhanaannya
Makam pribumi yang begitu bersahaja
Perjalanan kali ini lebih memberikan renungan sejarah daripada alam bagi saya. Meskipun cukup terhibur karena mengunjungi alam yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya, namun pelajaran sejarah terasa begitu kental terasa. Terbayang bagaimana pertahanan laut dan segala macam tetek bengek pelayaran (perbaikan kapal, benteng dengan meriam ke arah laut) begitu penting bagi para pendatang (baca: bangsa Eropa). Terbayang juga bagaimana Inggris dan Belanda berjuang sengit memperebutkan Batavia.

Kisah-kisah setelah pertikaian Inggris-Belanda (VOC) di ketiga pulau ini juga cukup menarik. Karantina haji dan rumah sakit yang berada di pulau ini seringkali membangkitkan gosip-gosip tentang titik-titik berhantu di pulau Cipir. Reruntuhan rumah sakit, kamar mandi, bekas sumur, meriam, dan sebagainya membuat tempat ini begitu menggoda imajinasi untuk membuat versi lain dari sejarah yang saya dengar dan baca mengenai tempat ini.

Sayangnya pulau ini sudah semakin ramai oleh pengunjung. Mungkin saya sedikit parno jika menganggap kunjungan turis dan perilaku narsis di spot-spot menarik dapat mempercepat kerusakan (bekas) bangunan bersejarah ini, disamping abrasi air laut. Juga perilaku membuang sampah pada tempatnya yang masih harus terus dikampanyekan di pulau ini. Pertanyaan terakhir ini selalu mengiang dalam benak saya setiap kali mengunjungi tempat-tempat wisata Nusantara: kapankah kita sadar untuk menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar