Kamis, 31 Desember 2015

Catper Lombok 1 : Menuju pantai Pink

Tujuan pertama saya di Lombok adalah pantai Pink. Dari cerita masyarakat sekitar, konon pasir pantai ini berwarna Pink, bukan cokelat atau putih. Itulah daya tarik utama pantai ini. Setengah tidak percaya, saya ingin membuktikan sendiri warna pasir pantai ini karena saya tidak pernah melihat pasir pantai seajaib itu.

Berbeda dengan Gili Trawangan dan Senggigi yang sudah terkenal di kalangan wisatawan domestik dan mancanegara, pantai Pink relatif baru diketahui dan masih sebatas warga lokal saja. Kepopuleran pantai ini tentu kalah jauh dibandingkan dengan kedua trademark Lombok tersebut. Dari beberapa sumber yang saya baca, keterasingan pantai ini konon disebabkan karena jalan menuju ke arah sana masih jelek ditambah dengan penunjuk arahnya yang tidak terlalu jelas.

Berangkat dari Praya, jalanan yang kami lalui relatif lancar dan beraspal mulus. Kami berangkat sekitar pukul 7 WITA. Matahari bersinar cerah dan panorama gunung Rinjani dan hamparan sawah di depannya menghiasi awal perjalanan kami menuju pantai Pink.

Awal perjalanan yang cerah dari Lombok Tengah.
Awal perjalanan yang cerah dari Lombok Tengah.

Gunung Rinjani dari jauh membayangi awal perjalanan ini..sayang nggak sempat mampir. Mungkin lain kali.
Gunung Rinjani dari jauh membayangi awal perjalanan ini..sayang nggak sempat mampir. Mungkin lain kali.

Awalnya perjalanan ini berjalan lancar karena jalanan aspal yang mulus dan keberadaan pemandu lokal yang saya asumsikan mengerti seluk-beluk jalanan di pulau Lombok. Namun ternyata pemandu bernama Ipul ini juga tidak terlalu paham jalan menuju pantai Pink. Beberapa kali kami harus bertanya di pasar dan percabangan jalan. Marka jalan juga tidak terlalu banyak menolong. Ketersesatan yang bisa menjadi berkah karena memberikan kesempatan saya untuk melihat kehidupan sehari-hari masyarakat meski hanya sepintas lalu.
Melewati pasar tradisional, bemo (sebutan masyarakat setempat terhadap angkot) banyak berseliweran menunggu penumpang.
Melewati pasar tradisional, bemo banyak berseliweran menunggu penumpang.

Sebenarnya tidak mengherankan pantai ini sepi pengunjung karena terletak di pedalaman hutan. Jalan menuju ke sana pun hanya bagus sebagian saja. Jalan dekat kota seperti Praya memang sudah beraspal dan mulus, namun begitu jalan lebih jauh lagi, kami harus melalui jalan tanah dan kerikil. Maklum, daerahnya termasuk pedalaman sehingga wajar jika jalanya belum terlalu baik.

Lubang dan kubangan banyak kami temui sepanjang perjalanan mencari pantai Pink. Rumah-rumah penduduk semakin lama semakin jarang kami temui. Digantikan dengan hutan dan monyet-monyet liar dan suara kasak-kusuk di dalam hutan yang kami tidak dapat pastikan jenis hewan apa yang sedang bergerak di dalam semak-semak tersebut. Kami bersyukur cuaca hari itu cerah sehingga jalanan tidak terlalu buruk. Tidak terbayangkan seandainya hujan, mungkin kami tidak pernah mencapai pantai Pink.

Memasuki lombok timur (lotim), jalan berlubang dan penuh genangan banyak ditemui.
Memasuki lombok timur (lotim), jalan berlubang dan penuh genangan banyak ditemui.

Akhirnya, sebuah pos penjagaan sederhana dan sepotong papan bertuliskan nama pantai menjadi petunjuk terakhir kami sebelum memasuki pantai Pink. Benar-benar berada di tengah hutan! Dari jalan tanah yang kami lalui, kami harus melalui turunan terjal berbatu untuk mencapai bibir pantai. Awalnya saya sangsi apakah motor matic kami mampu menuruni (dan kemudian menaiki kembali) jalan yang penuh lubang dan berbatu ini. 

Namun kami tak akan pernah tahu jika tidak mencoba. Perlahan, kami ajak si motor untuk turun. Mencari jalan di tengah jalan. Menghindari batu besar dan memperkirakan jalur paling mudah dilalui si motor untuk turun. Terkadang saya membatin, apakah harus ganti shock motor setelah ini (padahal ini motor sewaan). Plus keraguan lebih besar, apakah nanti saat pulang si motor masih sehat wal afiat. Dan akhirnya kami (saya, ipul dan si motor) sukses melalui jalan menurun yang penuh lubang dan berbatu tersebut (untung nggak gelap).
Pos sederhana sebagai tanda masuk pantai Pink. Ada pos, ada retribusi tentunya ;)
Pos sederhana sebagai tanda masuk pantai Pink. Ada pos, ada retribusi tentunya ;)

Saat kami tiba, hamper tidak ada orang di tempat itu. Hanya beberapa anak yang sedang bermain di bibir pantai. Di sekitar bibir pantai ada lapak-lapak kayu namun kosong. Mungkin lapak itu hanya terisi di akhir pekan yang katanya lebih ramai daripada hari biasa. Mungkin jumlah monyet lebih banyak daripada manusia ketika kami berkunjung ke sana. Plus beberapa ekor kambing yang ditinggal pemiliknya tanpa diikat.

Pantai Pink memiliki garis pantai yang pendek karena kontur laut yang menjorok ke daratan dan diapit oleh dua bukit. Alam Lombok memang berbukit-bukit dan bagi saya, inilah salah satu ciri khas Lombok: Pantai diantara perbukitan. Pasir pantainya tidak terlalu lembut, bahkan cenderung kasar, namun hal ini tidak mengurangi keindahan dan daya tarik tempat ini. Satwa liar yang masih banyak ditemui disini adalah monyet. Beberapa jenis burung juga terdengar sepanjang perjalanan menuju lokasi namun tidak terlihat.

Teko di pantai Tangsi (Pink)
Take nothing but picture.. tapi klo coretan di pasir, boleh dong? Kan gak ngerusak alam ;)

Pasir pantai ini tidak benar-benar berwarna Pink seperti yang digosipkan. Namun konon warna pasir yang paling mendekati pink akan terlihat pada saat matahari terbit. Sayang sekali saya tidak dapat membuktikan hal ini karena keberadaan saya di pantai ini hanya sebentar. Kunjungan kedua dengan durasi yang lebih lama tentu menjadi impian saya saat mendapat kesempatan untuk kembali. Ketika hendak pulang, saya juga melihat ada yang mendirikan kemah disana. Sontak hal ini memberikan saya inspirasi untuk menginap dan menunggu matahari demi mendapatkan panorama terbaik di tempat ini. Meskipun demikian, tanpa sunrise atau sunset pun, pantai ini memang luar biasa!

Nb: Foto-foto menuju pantai Pink dapat dilihat disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar