Senin, 28 Desember 2015

Catper Lombok 0 : Kebebasan dan kesedihan dari Selat Lombok

"Kadang Tuhan mengabulkan doa kita dengan cara yang tidak kita duga"
Perjalanan ke Lombok ini merupakan angan saya sejak lulus kuliah. Dulu, ketika saya sedang pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, saya membayangkan perjalanan keliling Indonesia dengan Lombok sebagai titik awalnya. Angan itulah yang menguatkan mental saya dalam menyelesaikan skripsi. Namun apa mau dikata, biaya menjadi halangan saya setelah saya selesai merampungkan skripsi. Saya nggak punya modal ke Lombok!

Waktu terus berjalan.. angan mengunjungi Lombok dan keliling Indonesia terpaksa disimpan namun enggan terlupakan. Hingga suatu saat saya mendapat kesempatan kerja di pulau dewata, Bali. Kesempatan ini pun datang tiba-tiba dan tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Sudah dekat ke Lombok,  batin saya. Namun pola kerja rodi (pada awal-awal saya bekerja, saya masuk 7 hari seminggu, bahkan pada Idul Adha!) di perusahaan baru membuat saya harus pintar-pintar mencari celah nge-trip. Bahkan untuk bisa mengunjungi objek wisata di Bali pun, saya butuh waktu sekitar 3 minggu sebelum akhirnya mendapatkan libur pertama. Sebelum itu, rute saya adalah mess-kantor setiap hari.

Untungnya perusahaan mempunyai kebijakan untuk memberikan libur selama satu minggu setiap tiga bulan sekali. Libur ini kebanyakan dimanfaatkan teman-teman kantor untuk mengunjungi keluarganya di Jawa. Ongkos pergi-pulang ditanggung perusahaan. Dan inilah awal perwujudan mimpi saya tentang Lombok.

Saya tidak ingin kembali ke Jakarta. Untuk apa? Saya belum berkeluarga dan kepergian ke Jakarta  malah akan membuat saya mumet alih-alih segar. Jadilah saya meminta waktu dan dana sebesar ongkos Jakarta-Bali untuk saya gunakan pergi ke Lombok. Alhamdulillah dikabulkan meski dananya tidak sebesar itu. Sudahlah, yang penting sekarang: ke Lombok!

Saya memutuskan untuk membawa motor sewaan selama saya di Bali sebagai transport ke Lombok. Rute awal ialah mess perusahaan di daerah Kerobokan menuju pelabuhan Padangbai. Keluar Denpasar, menelusuri bypass Ida Bagus Mantra, saya merasa hari itu adalah hari yang sempurna untuk perjalanan mimpi ini. Apalagi cuaca saat itu cerah dengan langit biru di depan mata dan lautan lepas disebelah kiri jalan. Membuat suasana hati ini sangat cerah dan saya merasa bebas sebebas-bebasnya. Rasanya sejak lahir, saya belum pernah merasa sebebas kala itu. Bebas yang berarti bahagia.

Sampai di pelabuhan Padangbai, saya langsung ke loket dan membayar tiket. Seratus lima belas ribu rupiah untuk motor beserta orangnya. Harga yang menurut saya tidak mahal tapi juga tidak murah. Arahan petugas pelabuhan membuat saya langusung masuk kapal tanpa sempat menjelajah seluk-beluk pelabuhan yang cantik ini. Sesuatu yang sedikit saya sesali kemudian.
Cerahnya Padangbai siang itu, secerah suasana hati saya, hahaha!
Tapi sudahlah, mari menikmati perjalanan.. setelah memarkir motor, saya berkeliling kapal. Kapal ini memiliki tiga lantai: garasi di lantai paling bawah, dek penumpang di lantai paling atas, dan dek kosong di lantai tengah. Saya senang karena tidak sulit untuk mencari tempat untuk meluruskan badan. Kapal yang saya lupa tanya namanya ini sedang langgeng sehingga saya bisa santai berjalan-jalan tanpa khawatir susah mencari tempat untuk istirahat nantinya. Hal bertolak belakang saya alami ketika pulang dari Lombok.

Salah satu sudut di kapal. Bule-bule sering terlihat meski tidak seramai di Bali.
Pulau Bali dan gunung Agung menjauh, seakan mengirim salam kepada Nusantara di pulau seberang

Satu hal lagi yang saya tunggu dari penyebrangan di selat Lombok adalah kemunculan lumba-lumba! Konon, banyak lumba-lumba yang terkadang muncul sepanjang perjalanan tapi sifatnya untung-untungan. Keberuntungan ini tidak menyapa saya ketika pergi tapi datang ketika saya kembali. Meskipun hanya sekali melihat penampakan mereka, namun rasanya luar biasa! Inilah kali pertama saya melihat lumba-lumba di laut. Reaksi anak-anak muncul dalam diri saya kala itu. Norak yang juga berarti bahagia :)

Namun meskipun kebahagiaan mendominasi selama perjalanan saya ini, kesedihan juga turut muncul ketika saya melihat banyaknya sampah plastik di laut. Ditambah perilaku penumpang kapal yang membuang sampah sembarangan ke laut, ingin rasanya meneriaki mereka. Sampah adalah musuh, dan membuang sampah ke laut adalah kejahatan besar!

Saya berharap dan berdoa semoga kesadaran orang-orang Indonesia untuk menjaga alamnya yang luar biasa indah ini segera tumbuh. Hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya sudah sangat membantu menjaga kelestarian alam. Menjaga satwa-satwa tetap sehat. Menjaga habitat agar tidak sekarat. Menjaga keindahan agar tidak rusak. Semoga Indonesia tetap indah kemarin, hari ini, dan esok hari. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar