Kamis, 09 Februari 2017

Solo Trip Swarnadwipa 09: Jadi kita berangkat sore ini !

Esoknya, aku bangun kesiangan. Tubuh masih terasa lelah meski matahari sudah tinggi. Aku bangkit dari kasur dengan enggan. Mandi lalu menyapa tuan rumah. Sebenarnya aku merasa agak malu karena bangun terlalu siang. Tapi tubuh masih menuntut istirahat. Kompromi antara etika dan rasa lelah, akhirnya membuatku bangun terlambat.

Dan ternyata tidak lama waktuku berbasa-basi dengan tuan rumah yang baik hati ini. Belum sampai setengah jam ngobrol, pak Norman mendapat kabar dari pelabuhan: kapal akan berangkat siang ini. Membawa penumpang umum, bukan truk BBM.

Nah perkiraanku meleset lagi! Tadinya aku kira kapal akan berangkat sore, tapi tiba-tiba jadwal berganti siang. Untung pak Norman mendapat kabar dari pelabuhan. Untung juga aku menginap di tempat beliau, sehingga mendapat update informasi yang tidak ada di internet. Fiiuuhh!

Setelah menerima kabar ini, kami bergegas menuju pelabuhan. Agak tergesa dan sedikit ngebut di jalan yang (sepertinya) tidak pernah ramai. Dengan berharap-harap cemas semoga kami tidak terlambat. Semoga kapal belum berangkat. Aamiin.

Lucunya, sampai di pelabuhan kapal motor penumpang (KMP) Pulo Tello masih sepi. Sama sekali tidak ada tanda-tanda keberangkatan menuju Enggano. Suasananya sama dengan tadi malam minus truk-truk bbm di dalam kapal.

Sudah tidak ada lagi truk-truk BBM di lambung kapal

Kami lantas mendatangi kantor pelabuhan untuk menanyakan kepastian. Hasilnya, kapal memang akan berangkat sebentar lagi. Namun frase “sebentar lagi” disini tidak dapat didefinisikan dengan satuan waktu. Bisa satu jam, bisa tiga jam, bisa juga nanti malam. Luar biasa!

Inilah pengalaman pertamaku berhadapan dengan ketidakjelasan jadwal pelayaran. Belakangan aku tau bahwa ketidakjelasan seperti ini jamak terjadi, apalagi pada rute-rute penyebrangan yang relatif jauh dan lama di kepulauan Maluku dan kepulauan nun jauh di utara Sulawesi. Entah kapan aku bisa menyambangi rangkaian kepulauan legendaris itu..

Kembali ke Bengkulu, kondisi di atas kapal sudah cukup ramai. Ramai oleh calon penumpang yang semalam tidur di kapal. Pagar-pagar pembatas kapal sudah bertambah fungsi menjadi jemuran handuk. Kapal tidak ubahnya kamar besar bagi para calon penumpang. Ada yang habis mandi. Ada yang masih tidur. Ada yang menyusui. Ada yang bergosip. Ada juga yang menyusui sambil bergosip. Lengkap lah pokoknya!

Habis mandi. Selama kapal belum berlayar, tidak usah takut persediaan air bersih habis

Calon penumpang yang menginap di kapal
Setelah beberapa jam menunggu, terdengar suara pemberitahuan melalui pengeras suara di dalam kapal. Loket tiket sudah dibuka. Para penumpang harap turun untuk membeli tiket di kantor pelabuhan! Wah akhirnya sebuah kepastian! Dengan dijualnya tiket, keberangkatan kapal terasa selangkah lebih pasti. Paling tidak dari pihak pelayaran sudah ada niat untuk berlayar. Tidak seperti kemarin yang terombang-ambing tanpa kepastian.

Calon penumpang pun bergerombol di depan loket. Bergerombol, bukan berbaris. Bukan antri. Yah budaya antri masih jauh panggang dari api disini. Pemandangan yang biasa dijumpai di Indonesia. Salah satu kebiasaan buruk selain buang sampah sembarangan. Semoga kebiasaan jelek ini dapat berubah di masa depan, aamiin.

SOP pelayanan. Sudah dipajang di depan loket, tapi masih terasa basa-basi.

Tidak lama kemudian, tiket sudah di tangan. Harga tertera Rp. 59,000,- tapi dibayar enam puluh ribu. Dan anehnya, harga yang tertera pada sobekan karcis untuk petugas dan penumpang beda. Di sobekan karcis untuk petugas, tertera harga Rp. 57,000,- Hmm.. artinya apa yah, hayoooo?

Tiket penyebrangan Bengkulu-Enggano

Sempat terbesit pikiran untuk “menanyakan” selisih harga tersebut kepada petugas. Namun melihat calon penumpang lain nurut-nurut saja, niat ini aku urungkan. Oh iya, hal lain yang tidak biasa ialah disini harga penyebrangan tidak hanya menghitung orang dan kendaraan, tapi juga barang bawaan. Bawaan yang dimaksud disini seperti sembako, atau entah barang-barang apa yang ada dalam kardus yang dibawa calon penumpang ini. Sedikit banyak aku mulai merasakan keterbatasan transportasi dari dan menuju Enggano. Barang yang dibawa tampaknya bekal untuk beberapa minggu atau mungkin beberapa bulan.

Tapi disini penumpang dilarang membawa bbm dalam dirigen. Padahal pasokan bbm di Enggano terbatas. Mungkin pihak pelayaran memiliki alasannya sendiri. Mungkin karena alasan keamanan. Tapi semoga bukan bentuk monopoli perusahaan tertentu yang mengelola pasokan bbm di Enggano. Semoga.

Setelah menunggu kira-kira 2-3 jam, akhirnya peluit panjang tanda kapal akan bersiap berlayar dibunyikan. Kata calon penumpang disebelahku, setengah jam lagi kapal akan berlayar. Fuiih, adrenaline sedikit terpacu. Merasa bersemangat, penasaran, dan bercampur sedikit rasa takut. Bersemangat, karena akhirnya jadi juga jalan. Penasaran, karena ini kunjungan pertama. Pulau yang amat jarang disebut secara nasional meskipun cukup besar. Jauh dari tujuan wisata pelancong. Pulau terluar yang vital bagi kesatuan NKRI. Seperti apa Enggano? Apakah tuan rumahku benar-benar bersedia menampungku seperti percakapan di media sosial beberapa waktu lalu? Bagaimana mencapai tempatnya dari pelabuhan? Apakah ada transportasi umum? Bisakah aku menumpang kendaraan warga untuk menuju kesana? Dan pertanyaan-pertanyaan khawatir lain yang lahir dari ketidaktahuanku tentang Enggano. Takut yang beralasan. Takut yang excited!

Pulau Baai yang kecil dan bersahaja. Selamat tinggal, akhirnya kami jadi berangkat ke Enggano sore ini!

Menjelang sore, kapal mulai bergetar. Mesin kapal dihidupkan. Awak kapal dan pelabuhan mulai sibuk. Pergerakan kapal mulai terasa. Mencoba membebaskan diri dari dermaga. Tambang pengikat mulai dilepaskan. Perlahan, KMP Pulo Tello menjauh dari dermaga, berbalik arah menuju laut lepas. Melewati pulau Baai. Pulau yang namanya dijadikan nama pelabuhan seolah memberi restu pelayaran ketika kami melewatinya. Pulau kecil ini tampak tenang dan bersahaja. Pohon-pohon pinus yang tumbuh di ujung pulau seperti melambai. Mengucapkan selamat jalan, selamat berlayar. Langit dan lautan biru membentang di haluan kapal. Seolah menunggu kami untuk petualangan baru. Akhirnya, jadi kita ke Enggano sore ini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar