Oesosole. Pantai pasir putih menghampar luas dengan kumpulan
batu karang menjadikan pantai ini sebagai salah satu yang tercantik di pulau
Rote. Sebuah karang berdiri tegak agak terpisah dari karang lainnya. Kaum
romantis menamakan karang ini sebagai karang hati. Menurut saya, bentuknya
lebih menyerupai jamur daripada hati (heart). Ah tapi biarkanlah kita sebut
karang hati. Mudah-mudahan lebih menjual, hehehe..
Mengenai pantai ini, bentuknya tidak banyak berubah sejak
terakhir kali beta mengunjungi tempat ini. Masih sepi. Masih luas. Dan masih
belum terpelihara dengan baik. Beberapa sampah plastik terhampar disepanjang
pantai. Bercampur dengan sampah alami seperti daun dan batang kayu. Tidak ada
tempat sampah. Apalagi petugas kebersihan. Tampaknya pantai ini sering
dikunjungi penduduk setempat pada akhir pekan. Sebab sampah yang terhampar
masih terlihat baru, berasal dari daratan, bukan terbawa arus laut.
Rasanya agak aneh. Mengunjungi sebuah pantai “perawan” yang
sudah tersebar beberapa sampah plastik. Seakan keperawanannya sudah ternoda
tapi hanya satu kali saja. Sudah bukan lagi perawan tapi juga bukan milik
siapa-siapa. Bayangan pengunjung pantai yang meninggalkan sampah plastik begitu
saja di tempat ini sedikit merusak kebahagiaan saya siang ini. Sebenarnya
sampah yang tersebar tidak begitu banyak, namun karena areanya sangat luas maka
memungutinya akan memakan waktu yang cukup lama. Beta hanya membawa sampah
seadanya saja dari pantai ini. Semoga pengelolaan sampah yang baik bisa
dilakukan disini sebelum tempat ini ramai oleh pengunjung. Karena setiap
pengunjung, pasti datang membawa sampah. Sayangnya, sedikit pengunjung yang
membawa sampahnya pulang.
Terlepas dari masalah sampah, Oesosole memang indah. Airnya
begitu menggoda. Deburan ombaknya seakan memanggil beta untuk berenang. Bagi
beta, rayuannya lebih dahsyat daripada Ratu Pantai Selatan di pulau Jawa. Dulu
beta tidak berani berenang karena takut terbawa arus dan tidak ada yang
mengawasi. Kini, alasan itu gugur sudah. Waktunya membayar utang kepada pantai
Oesosole: berenang!
And this is hard payment, dude! Pasir pantainya ternyata
sangat gembur. Sekali langkah, kaki terperosok hingga setengah betis. Ombak di
pinggirannya pun cukup kencang meski area landainya cukup luas. Rasanya
setengah mati untuk berjalan dan setengah hidup untuk berenang. Alas kaki yang
menemani beta berjalan dalam satu tahun ini sepertinya harus tutup usia disini.
Kalah oleh tarikan pasir dan ombak Oesosole, sol sandal gunung beta terlepas
menjadi tiga lapisan, hiks..
Menikmati laut Oesosole. Foto oleh Salman. |
Tapi utang tetap utang. Meski tidak kuat berlama-lama, beta
tetap berenang. Mencoba menikmati ciptaan Illahi di pulau paling selatan
Nusantara. Untungnya matahari sudah tidak terlalu tegak diatas kepala. Jadi beta hanya bergulat dengan pasir
dan ombak. Itu pun sudah sangat melelahkan. Tidak sampai lima belas menit, beta
sudah merasa cukup. Waktunya duduk santai sambil kembali menikmati Oesosole
dengan cara yang berbeda.
Menikmati pasir pantai Oesosole, kita perlu sedikit
berhati-hati dengan ranjau lunak: kotoran hewan. Kotoran sapi tersebar cukup
banyak disini. Tidak perlu heran sebab hewan ternak dibiarkan bebas berkeliaran
di Rote. Sapi, kuda, kambing, domba, babi banyak terlihat di sepanjang jalan.
Kebetulan, beta menemukan kawanan sapi nyasar disini. Takut meninggalkan ranjau
baru disekitar kami, beta berinisiatif mengarahkan kawanan sapi ke tempat lain.
Mendadak jadi gembala, hahaha!
Mendadak gembala sapi. Foto oleh Salman |
Oesosole selalu membuat beta betah berlama-lama. Menikmati
hamparan pasir luas. Langit jernih. Laut biru. Debur ombak begitu
meninabobokan. Daun-daun kering dipantai seakan menjadi alas alami. Tidak
seempuk kasur, namun terasa lebih menyatu dengan alam. Sekedar memejamkan mata
dan merebahkan tubuh saja terasa begitu nikmat. Damn, I want to live like this
forever!
Narsis santai di pantai. |
Tapi ada awal, tentu ada akhir karena kita hidup di dunia
yang fana. Kami harus beranjak dari tempat ini karena hendak menikmati matahari
terbenam di tempat lain. Beta meninggalkan tempat ini dengan berat hati. Tapi
kita tidak boleh serakah. Sebuah kenangan lain sudah tercipta di tempat ini.
Oesosole akan beta kenang dengan ingatan yang bahagia bercampur sedikit
kecemasan soal sampahnya. Lalu kami bergerak ke Barat, menuju kawasan batu
Termanu. Tempat dimana kami akan menginap malam ini.
Indonesia Diversity was here! |
Perjalanan kembali terasa begitu cepat. Tidak terasa
matahari sudah hampir kembali ke peraduan ketika kami memasuki kawasan batu
Termanu. Kami mencari tempat terbuka untuk mengabadikan momen matahari tenggelam
dan akhirnya menepi di pantai Lely. Disini kami berlomba untuk mengabadikan sunset
pertama kami di Rote. Nah, cerita tentang sunset dan makan malam yang serba
seafood akan beta tuturkan pada tulisan selanjutnya, oke?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar