Senin, 28 Maret 2016

Indonesia Diversity goes to Rote 03: Sunset di hari pertama.

Matahari sudah condong ke Barat ketika kami berhenti di pantai Lely, tidak jauh dari batu Termanu. Warna langit sudah mulai berubah. Birunya sudah mulai beranjak ungu. Bias sinar matahari terpantul awan memunculkan warna merah kekuningan. Golden hour segera tiba. Waktu favorit para fotografer ketika matahari menciptakan cahaya terbaiknya bagi mata dan kamera.

Jejak kaki hewan ternak banyak ditemukan disini. Batu Termanu terlihat dari kejauhan.

Jenis cahaya yang berbeda-beda datang pada waktu ini. Cahaya keras (hard light), cahaya lembut (soft light), cahaya pantul (reflection) dari air laut dan awan pun tersedia. Datang dengan lambat namun pergi dengan cepat. Waktu tidak mengizinkan matahari berlama-lama ada di garis cakrawala. Turun dengan tergesa. Meninggalkan cahaya yang membirukan langit, menjadikannya ungu lalu hitam. Memerahkan awan, membuatnya merah kekuningan sebelum menjadikannya kembali kelabu dalam balutan malam.

Pantai Lely menjadi lokasi sunset pertama kami di Rote

Malam pun akhirnya datang. Sinar matahari kini menyapa lewat pantulan bulan. Cahaya bintang masa lalu pun menyapa bumi. Disambut oleh dinginnya angin malam. Suara ombak seakan membisikkan kami “jangan terlalu lama disini, sudah gelap”. Tidak ada penerangan yang cukup disekitar pantai Lely. Bahkan bisa dikatakan belum ada penerangan yang cukup memadai di pantai-pantai pulau Rote.

Kepada langit, karang, ombak, awan dan pasir di pantai Lely, kami harus pamit. Seperti sang surya sudah beranjak dari cakrawala, kami pun harus pergi dari tempat ini. Meninggalkan kalian dalam kenangan. Kenangan yang akan terpicu kemunculannya oleh imaji yang kami abadikan melalui hasil teknologi bernama kamera. Terima kasih Tuhan, untuk hari yang indah ini.

Bagi saya, sebuah hari biasanya berakhir ketika matahari tenggelam, bukan pada tengah malam. Namun sepertinya hari ini belum berakhir. Kami masih akan menyantap makan malam sebelum kembali ke hotel untuk beristirahat. Agenda terakhir di hari yang penuh anugerah. Dan perut kami mengarahkan langkah menuju kota Ba’a.

Mencari makan di ibukota kabupaten Rote Ndao ini tidak sulit. Warung makanan laut (seafood) bertebaran meski masih bisa dihitung jari. Dan hanya warung makan jenis inilah yang kami hitung. Pokoknya, harus seafood malam ini! Bayangan cumi bakar sudah mengganggu imajinasi saya sejak beranjak dari pantai Lely. Rupanya teman-teman lain juga punya selera serupa terhadap makanan laut. Mantap lah ini!

Nona-nona yang akan memasakkan makan malam kami.

Tidak perlu lama, kami segera memilih dan duduk di salah satu warung seafood. Menu cumi bakar menjadi wajib bagi saya. Inilah jenis seafood yang paling saya gemari sebab makannya relatif mudah, tidak ada tulang, tidak ada cangkang. Tinggal hap!

Selamat makaaan!


Menu tersaji cepat. Dan dimakan dengan lebih cepat lagi. Beberapa ekor ikan dan cumi langsung tandas di piring kami. Menimbulkan rasa kenyang di perut dan rasa nikmat di lidah. Nikmat lain lagi di hari yang sama. Banyak sekali kenikmatan yang diberikan Illahi melalui Indonesia-Diversity hari ini. Dan ini baru hari pertama dari rencana empat hari kami di Rote. Terima kasih Tuhan, terima kasih Indonesia-Diversity. Hari pertama kami sungguh indah dan penuh ketakjuban. Cerita hari kedua beta sambung di tulisan selanjutnya yaa! Selamat malam, Rote.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar