Sabtu, 02 April 2016

Indonesia Diversity goes to Rote 07: Danau mati Landuleko

Pernah dengar tentang laut mati di Timur tengah? Kumpulan air di tengah benua tanpa akses ke laut lepas. Luasnya cukup untuk disebut laut. Tingkat keasinannya luar biasa sehingga konon kita dapat mengambang disana tanpa menggunakan pelampung. Katanya sih begitu. Beta belum pernah kesana, hanya mengetahui dari tulisan dan lisan yang terdengar mengenai tempat ini. Masih katanya lagi, “danau” ini disebut laut karena airnya asin dan mati karena tidak ada aliran ke laut lepas. Terisolasi daratan. Jadi laut mati ialah perairan asin yang terisolasi daratan.

Setidaknya mungkin seperti itu pemikiran orang yang menamakan danau di Landuleko sebagai laut mati. Airnya memang asin. Beta pastikan sendiri dengan indra pengecap beta. Dan seperti laut mati di Timur Tengah, di danau ini tidak ada sambungan langsung ke laut. Yah, setidaknya tidak terhubung di atas tanah. Jika dibawah tanah terdapat gua yang terhubung dengan laut, siapa yang tau? Tampaknya tempat ini belum banyak dieksplorasi para ahli.

Ketika kami sampai disana, danau laut mati tampak sepi. Dua onggok perahu kayu menyambut kami di depan danau. Menggoda untuk difoto sebagai latar depan. Danau laut mati tampak seperti danau biasa. Atau laut biasa, jika tidak mencicip airnnya. Dan itulah yang beta lakukan setelah beberapa kali memotret danau ini.

Danau laut mati Landuleko

Menurut cerita pak Sanu, keasinan air danau ini memiliki perbedaan. Ada lokasi yang berair tawar, ada yang berair asin. Lokasi dekat parkir mobil kami konon berair tawar. Masih ada beberapa ikan air tawar disana. Ketika beta cicipi rasanya, ternyata tidak benar-benar tawar. Mungkin lebih payau. Sedikit asin tapi tidak seasin air laut.

Lalu bagaimana dengan lokasi yang airnya (menurut pak Sanu) asin? Apakah lebih asin daripada di tempat pertama beta menyicip air danau ini? Mari kita rasakan sendiri. Dibimbing oleh Kevin, pemandu kami hari ini, kami menelusuri pinggiran danau menuju tempat yang (katanya) airnya lebih asin.

Menelusuri pinggiran danau

Menelusuri pinggiran danau, kami menemukan banyak cangkang kerang. Terserak begitu saja dimana-mana. Sayangnya beta tidak menemukan cangkang berpenghuni. Mungkin karena beta mencarinya hanya sambil lalu saja. Jika dicari lebih teliti, beta yakin akan menemukan cangkang berserta isinya.

Cangkang seperti ini banyak tersebar di pinggir danau.

Kontur pinggiran danau memang lebih banyak karang dan pasir kasar. Cangkang-cangkang tadi bertebaran di bagian berpasir. Sekilas membuat pantai tampak kotor. Tapi masih lebih baik daripada sampah plastik yang bertebaran, hehehe..

Tempat kedua. Disini airnya lebih asin daripada lokasi pertama.

Tidak lama kami menelusuri danau, tibalah kami di tempat yang (katanya) air danaunya asin. Lagi, beta harus mencobanya dengan indra pengecap beta sendiri. Dan memang rasanya lebih asin daripada air di lokasi pertama dekat mobil kami parkir. Namun perbedaannya tidak terlalu jauh.

Satu hal yang menarik, air ditempat kedua ini lebih bergelombang. Seakan mengalir atau menerima aliran dari tempat lain. Atau mungkin sekedar gelombang dari angin di tengah danau? Entahlah. Yang pasti, (lagi-lagi) kami tidak bisa berlama-lama disini. Dikejar oleh jadwal kunjungan yang terasa padat.

Danau mati Landuleko. Beta meninggalkan dikau tanpa banyak pertanyaan. Seperti baru menyapa kulitnya saja. Kadang terasa seperti kunjungan anak alay. Datang, foto-foto, pergi. Mengejar tempat baru untuk berfoto lagi. Tidak terhayati, hanya terkunjungi. Terlihat dan terpotret. Itu saja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar